Media Abal-Abal Sebar Hoaks Gudang BBM Ilegal, Korban Tuntut Keadilan Kamis, 14/08/2025 | 22:53
HebatRiau.com - Siak | Riau, 14 Agustus 2025 — Kebebasan pers bukanlah kebebasan untuk menyebar fitnah. Fakta ini kembali mencuat setelah sebuah media online Investigasi86.com mempublikasikan berita berjudul “Diduga Gudang Penimbunan BBM Ilegal Milik Mi’at di KM 41 Kandis Beroperasi Dengan Bebas, Kapolres Siak Diminta Tindak Tegas” pada 7 Agustus 2025, yang kini terungkap sarat kebohongan dan tanpa proses konfirmasi kepada pihak yang disebut.
Tim media independen yang turun langsung ke lokasi memastikan, alamat dan lokasi yang diberitakan ternyata fiktif. Bukan gudang BBM ilegal, melainkan sebuah warung makan sederhana milik keluarga bermarga Silalahi yang selama ini hanya melayani para pekerja lapangan dan sopir yang melintas di jalur KM 41 Kandis.
Pemilik warung mengaku kaget sekaligus kecewa berat.
“Kami tidak kenal yang namanya Mi’at, apalagi punya gudang BBM ilegal. Kami hanya berjualan makanan. Wartawan yang menulis itu tidak pernah datang ke sini, tidak ada konfirmasi sama sekali,” tegasnya.
Ia menambahkan, pemberitaan itu telah merusak nama baiknya di mata masyarakat, bahkan membuatnya seolah-olah pemain minyak ilegal.
“Tolonglah, jangan main tayang tanpa cek fakta. Ini sudah jelas merugikan kami. Apa karena warung kami sederhana lalu seenaknya diberitakan seperti itu? Ini fitnah,” ujarnya dengan nada geram.
Pelanggaran Kode Etik dan UU Pers
Perilaku jurnalis yang memberitakan tanpa verifikasi atau konfirmasi adalah pelanggaran fatal terhadap Kode Etik Jurnalistik. UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers mengatur bahwa setiap berita harus memenuhi prinsip keberimbangan, akurasi, dan verifikasi. Tanpa itu, produk yang dihasilkan bukan lagi karya jurnalistik, melainkan propaganda fitnah.
Potensi Jerat Hukum Berat
Selain melanggar etika, tindakan media ini dapat berujung pidana. Beberapa regulasi yang berpotensi menjerat:
Pasal 28 ayat (1) UU ITE – Penyebaran berita bohong yang merugikan pihak lain atau menimbulkan keresahan publik.
Pasal 27 ayat (3) UU ITE – Pencemaran nama baik melalui media elektronik.
Pasal 310 dan 311 KUHP – Fitnah dan pencemaran nama baik secara lisan maupun tulisan.
Pasal 14 dan 15 UU No. 1 Tahun 1946 – Menyiarkan berita bohong yang dapat menimbulkan keonaran di masyarakat.
Jika terbukti, wartawan dan pihak penanggung jawab redaksi Investigasi86.com dapat dijadikan tersangka dan diadili sesuai hukum yang berlaku.
Klarifikasi Wajib dan Pemulihan Nama Baik
Korban menuntut klarifikasi resmi dan pemuatan hak jawab sebagaimana diatur UU Pers. Namun, kasus ini sudah masuk pada tahap serius karena selain merugikan reputasi, berita tersebut juga telah digiring ke media sosial TikTok oleh akun @pekanbarumengabarkan, memperluas dampak fitnah secara masif.
“Ini bukan sekadar pelanggaran etik, tapi sudah ranah pidana. Wartawan yang memberitakan harus bertanggung jawab, dan aparat penegak hukum wajib memproses,” tegas sumber hukum yang mendampingi korban.
Pesan Tegas untuk Media Abal-Abal
Pers memiliki peran strategis dalam membangun demokrasi, namun jika dijalankan tanpa integritas, ia berubah menjadi senjata perusak reputasi yang kejam. Kasus ini menjadi alarm keras agar setiap media bekerja sesuai standar jurnalistik profesional, bukan menjadi alat kepentingan atau sekadar pemburu sensasi tanpa bukti.
Dengan bukti kuat dan hasil investigasi lapangan yang membantah total isi berita, kini bola panas ada di tangan penegak hukum. Apakah aparat berani menjadikan pelaku penyebar hoaks ini tersangka, atau akan membiarkan fitnah menjadi budaya?